Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *

Rabu, 12 Januari 2022

Anugerah-Nya

Sejak tahun 2017 aku tinggal di Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi. Berasal dari desa dengan pendapatan keluarga yang pas-pasan membuat aku harus berkuliah dengan beasiswa penuh atau mencari perguruan tinggi kedinasan sehingga keluargaku tidak perlu pusing memikirkan masalah UKT. Bersyukurnya aku diterima di perguruan tinggi kedinasan yang selain biaya kuliahnya gratis tetapi juga mendapatkan uang saku bulanan sebesar satu juta rupiah per bulan. Uang satu juta tersebut mau tidak mau harus cukup untuk kebutuhan hidup selama sebulan karena pendapatan keluargaku tidak memungkinkan untuk dikirim untukku. Bagaimana mau dikirim, untuk kebutuhan di rumah saja kadang-kadang kurang.

Kira-kira selama satu tahun setengah aku sangat menghemat pengeluaran ku agar uang satu juta tersebut cukup untuk biaya hidup selama se bulan. Aku tidak mau mengambil pekerjaan sampingan seperti teman-teman karena takut mengganggu waktu belajarku. Teman-temanku di sana sebenarnya banyak yang bekerja sampingan dengan memberikan les privat, baik untuk anak SD, SMP, maupun SMA. Namun selagi uang saku tersebut cukup untukku, aku bersikukuh tidak mau bekerja sampingan. Memang sesekali aku menerima pesanan untuk membuat  gambar digital, namun tidak banyak, hanya dua atau tiga gambar saja sebulan. Sebenarnya aku sudah mulai menerima pesanan gambar digital sejak SMA. Mulanya aku hanya iseng-iseng membuat gambar vector dan wpap karena menurutku menarik dan di SMA ku belum ada yang membuat. Namun tidak ku sangka aku bisa menghasilkan uang dari sana.

Kehidupan kuliah berjalan lancar hingga tiba-tiba pada awal tahun 2019 terdengar kabar buruk bahwa uang saku akan ditiadakan. Mulanya aku tidak percaya karena kabar seperti ini sudah sering terdengar. Ternyata kabar tersebut benar. Kaget bercampur bingung, aku pun memberitahu kabar ini kepada ibuku. Ibu berusaha membuatku kuat dengan memastikan bahwa kita masih punya tabungan. Setelah aku hitung-hitung, dengan mengandalkan tabungan itu tidak akan cukup membiayai ku hingga lulus. Aku memutar otak sambil terus berdoa kepada Allah. Memang tidak ada lagi yang bisa diandalkan dalam situasi seperti ini selain Dia.

Di tengah saldo rekening yang tersisa 200 ribuan, aku mulai berpikir bagaimana cara menghasilkan uang paling tidak satu juta perbulan untuk kelanjutan kehidupanku di Jakarta. Aku mulai berpikir untuk bekerja sampingan sebagai freelancer karena aku sudah punya modal skill untuk itu. Sebenarnya ini sudah terlalu mepet untuk baru memulai pekerjaan karena untuk mendapatkan pelanggan sebagai freelancer juga tidak mudah. Namun aku bersikeras. Aku mulai membuat akun di berbagai platform untuk berjualan gambar digital mulai dari shutterstock, displate, fivesquid, creative market, fiverr dan banyak platform lain. Selain itu aku juga memperbanyak postingan instagram dan Facebook berharap ada teman-teman yang membutuhkan jasaku untuk membuat gambar. Di youtube ku yang subscribernya baru 300 an, aku juga mulai rutin mengupload video untuk menaikkan subscriber dan viewer supaya bisa earning. Memang rasanya tidak mungkin untuk menghasilkan satu juta dalam waktu dekat, karena akunnya saja baru dibuat.

Aku berserah kepada-Nya. Aku percaya bahwa rezeki sudah diatur. Jika memang satu sumber rezeki tertutup, maka Allah akan membuka rezeki dari sumber yang lain. Aku terus menunggu pesanan masuk. Ibuku diam-diam mengirimkan uang kepadaku untuk berjaga-jaga. Satu sampai dua minggu aku menunggu, masih belum ada pesanan gambar yang masuk. Terpaksa aku meminta uang kiriman kepada ibu yang ternyata ibuku sudah mengirimkan uang sebelum aku memintanya. Aku berpikir apabila memang sampai satu bulan ke depan tidak ada pesanan gambar yang masuk, aku akan mengajar les. Ini sudah jalan terakhir paling mudah yang mungkin ku lakukan.

Aku terus berpasrah kepada Allah sambil terus berharap ada keajaiban yang datang. Entah kenapa pada saat itu aku sangat yakin bahwa pertolongan Allah akan datang. Sangat yakin sekali walaupun seperti tidak mungkin. Aku bilang tidak mungkin karena banyak sekali orang sebelum aku yang sudah membuka jasa pembuatan gambar sejenis dan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya meninggalkan akunnya karena tidak laku.

Pada saat uang kiriman ibu sudah mulai menipis, tiba-tiba ada email masuk. Email ini dari fiverr. Email yang isinya memberitahukan bahwa ada pesanan gambar yang masuk untuk aku kerjakan. Alhamdulillah. Aku bersyukur sekali. Pesanan itu senilai $10. Memang tidak cukup besar, namun cukup untuk biaya hidup beberapa hari. Aku kerjakan pesanan itu sebaik dan secepat mungkin. Kali ini tugas kuliah aku kesampingkan karena pesanan gambar tersebut saat ini lebih penting untuk ku selesaikan. Dua hari kemudian pesanan itu selesai dan ku kirim ke pembeli. Aku berpikir kembali, “Jika pembelinya hanya satu dua orang saja, mana mungkin bisa cukup untuk biaya hidup sehari-hari?“. Aku mulai risau. Tiba-tiba ada chat di akun fiverrku. Sebuah chat dari pembeli yang isinya dia puas dengan gambarku dan ingin menjadi pelangganku. Ya Allah, alhamdulillaah. Benar-benar ini Kuasa yang tiada terkira dari-Mu. Di saat benar-benar terjepit, pada posisi tersulit, Allah datang dengan pertolongannya. Akhirnya pembeli tersebut benar-benar menjadi pelanggan setiaku. Uang bayaran dari pembeli tersebut juga menjadi pengganti dari uang saku kuliahku yang telah ditiadakan. Dengan uang dari pembeli tersebut aku bisa melanjutkan kehidupan kuliahku di Jakarta dengan berkecukupan hingga lulus.

Selasa, 11 Januari 2022

Kisah yang mengantarku ke Jakarta

Di sinilah aku, di kota besar yang tidak terbayangkan sebelumnya, di kota yang menjadi penopang hidup orang banyak, kota yang sesak baik oleh penduduk maupun masalah. Di kota ini aku belajar banyak nilai nilai kehidupan yang tidak pernah ku dapatkan ketika aku di rumah. Di kota ini pun aku belajar untuk menyelesaikan masalah dengan pemikiran ku sendiri tanpa ada intervensi dari orang lain. Kota itu adalah Jakarta. Teramat jauh untuk dibayangkan bagaimana seseorang yang berasal dari keluarga serba kekurangan bisa berkuliah dan menjalani kehidupan di Jakarta. Bahkan aku sendiri pun tidak bisa membayangkannya. Jangankan berkuliah di Jakarta, membayangkan bisa duduk di bangku perkuliahan pun berat rasanya.

Aku adalah tipe orang yang ambisius, semua hal yang ku inginkan harus kudapatkan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, ya mesipun dalam praktiknya hal tersebut tidak selalu ku dapatkan pada akhirnya. Pernah suatu ketika, ketika aku masih kelas tiga SD berjalan jalan dengan ibuku ke pameran buku. Waktu itu ibuku sedang mencari buku untuk melengkapi koleksi novelnya. Tidak sengaja aku melihat buku sulap karangan Deddy Corbuzier. Benar sekali pesulap kondang itu. Sudah lama ku pendam rasa penasaran bagaimana sulap-sulap itu dijalankan hingga bisa seolah menipu penonton. Akhirnya rasa penasaran itu hampir bisa kutemui jawabannya jika saja tidak terhalang oleh label yang menempel pada buku tersebut. Labelnya menunjukkan tulisan RP 300.000. Angka yang seharusnya sudah cukup untuk menghentikan keinginan konyol anak SD yang ingin belajar main sulap. Tapi bukan aku jika langsung menyerah pada kesempatan pertama. Ku kemukakan bebagai argumen kepada ibuku untuk membelikanku buku tersebut. Dalam hati kecilku pun sebenarnya aku tidak yakin uang yang dibawa ibuku di dompetnya akan cukup untuk membeli buku tersebut. Tapi aku tidak mau tahu tetap kupaksa ibuku untuk membelikanku buku tersebut walau akhirnya gagal. Sungguh cerita masa kecil yang mewakilkan betapa ambisiusnnya diriku.

Begitupun kisah perjalananku ke Jakarta ini. Semua perjalanan ini benar-benar ku persiapkan dengan penuh perhitungan. Rencananya seperti ini. Di kelas tiga SMA aku lulus dengan nilai  rapor yang bagus supaya bisa mendapatkan universitas negeri dengan mudah. Nilai bagus tersebut juga tentunya akan memudahkan diriku untuk mendapatkan beasiswa. Selesai mendapatkan nilai yang bagus dan diterima di perguruan tinggi negeri, rencananya aku akan belajar mati-matian untuk bisa lolos di ujian seleksi masuk perguruan tinggi kedinasan. Nah, inilah inti dari kisah ini, BISA LOLOS UJIAN MASUK PERGURUAN TINGGI KEDINAASAN.

Ku biasakan diriku dengan belajar setiap hari pada waktu dini hari. Trik ini sudah pernah kuterapkan pada saat SMP dan hasilnya ampuh sekali. Dari kelas satu hingga kelas tiga tak pernah sekalipun peringkat satu terlepas dari genggamanku. Setiap pagi aku belajar ditemani keheningan dan kesunyian. Sungguh indah, nyaman, dan tentram. Materi-materi pelajaran yang ku pelajari mengalir deras memasuki ruang ruang tersisa di kepalaku. Benar-benar waktu yang sempurna untuk belajar.

Intensitas belajarku semakin meningkat seiring dengan semakin sulitnya pelajaran. Ku bolak balik bukuku hingga tak tersesa lagi halaman yang bersih dari coretan tanganku. Coretan yang menandakan halaman tersebut telah ku serap habis isinya. Setengah perjalanan telah kulewati di masa SMA ini, hasilnya cukup menggembirakan. Semester pertama meraih peringkat pertama, semester kedua dan ketiga mendapat peringkat kedua. Di tengah-tengah masa SMA ini pula aku mengenal karya seni yang pada akhirnya mampu menopang kehidupanku ketika berkulian. Seni WPAP namanya. Berawal dari melihat gambar profil dari seorang teman akhirnya aku penasaran dan mencoba-coba membuat WPAP. Percobaan pertama gagal total, kedua, ketiga, keempat dan seterusnya akhirnya WPAP buatanku layak jual. Sungguh awalnya tidak terbayangkan kalau apa yang kulakukan iseng-iseng ini bisa menghasilkan uang. Tapi aku bersyukur diberi rasa keingintahuan dan rasa suka mencoba-coba hal yang baru.

Akhirnya aku sampai di semester ke lima. Semester terakhir yang diperhitungkan dalam perhitungan masuk perguruan tinggi. Di semester ini aku bertekad untuk mendapatkan peringkat tertinggi. Kembali ku kerahkan semua tenagaku untuk mencapai targetku. Waktu luangku ku hasbikan sepenuhnya untuk menguasai materi pembelajaran. Tak sia-sia di akhir semester lima kembali kudapatkan peringkat satu. Misi pertama selama SMA telah ku jalankan. Sisanya ku serahkan kepada Tuhan untuk menentukan apakah aku lolos masuk Perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan(waktu itu disebut SNMPTN).

Seleksi SNMPTN dimulai. Ku pertimbangakan dengan sungguh-sungguh program studi yang akan ku pilih. Menurut artikel yang kubaca di internet waktu itu,”PILIHLAH PROGRAM STUDI YANG KAMU TIDAK AKAN BOSAN JIKA MEMIKIRKANNYA TERUS MENERUS DAN PILIHLAH PROGRAM STUDI YANG KAMU RELA TIDAK TIDUR SEMALAMAN UNTUK MENDALAMINYA”. Kata-kata dalam artikel tersebut membuatku sadar bahwa pemilihan program studi bukan hal yang main-main. Setelah menimbang-nimbang akhirnya ku putusakan untuk memilih program studi tenik elektro dan teknik fisika di Insitut Teknologi Sepuluh Nopember. Motifnya sederhana, karena aku suka dengan fisika dan ilmu komputer.

Sekitar sebulan waktu yang dibutuhkan panitia SNMPTN untuk mentukan nama-nama siswa yang lolos seleksi. Syukurlah usaha tidak menghianati hasil aku lolos di pilihan pertamaku di SNMPTN yaitu teknik elektro ITS plus beasiswa nya. Rencana rancanganku hampir komplit. Tinggal rencana terkahir yang harus ku jalankan, yaitu belajar mati-matian hingga diterima di perguruan tinggi kedinasan.

Ku beli buku-buku bank soal secara online supaya tidak ada lagi alasan lagi untukku tidak lolos Perguruan tinggi kedinasan itu. Ku beli hingga dua buku supaya membuatku tambah semangat mewujudkannya. Seleksi perguruan tinggi kedinasan itu tidak main-main. Disana ada empat tahap yang setiap tahapnya harus dilalui dengan sistem gugur. Ada 18000 peserta yang mendaftar dan hanya ada 600 peseta yang akan lolos dan masuk perguruan tinggi kedinasan tersebut. Sungguh pesaingan yang amat berat dan menegangkan untuk bisa mendapatkan satu dari 600 kursi yang tersedia.

Tahap demi tahap ku lalui dengan lancar, Alhamdulillah.  Hingga sampailah aku pada waktunya pengumuman. Semalaman aku tidak tidur menantikan hasil perjuanganku sejauh ini. Ini adalah misi finalnya, benar-benar puncak misinya. Meskipun misi yang lain hasilnya sudah memuaskan rasanya tidak lengkap jika misi ini gagal. Jam menunjukkan pukul dua belas malam, ku buka website pengumuman hasil selesi mahasiswa baru. Ternyata pengumuman belum muncul. Ku buka website itu terus berharap hasil seleksi segera di tampilkan. Pengumuman yang tunggu akhirnya keluar jam 4 pagi. Kucari-caari nomor pesertaku diantara ratusan nomor lain. Kutemukan nomorku dan seketikaa itu pula aku sujud syukur. Alhamdulillah aku misiku komplit dan aku diterima di perguruan tinggi kedinasan itu. Nama perguruan tinggi kedinasan itu adalah Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.