Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *

Selasa, 11 Januari 2022

Kisah yang mengantarku ke Jakarta

Di sinilah aku, di kota besar yang tidak terbayangkan sebelumnya, di kota yang menjadi penopang hidup orang banyak, kota yang sesak baik oleh penduduk maupun masalah. Di kota ini aku belajar banyak nilai nilai kehidupan yang tidak pernah ku dapatkan ketika aku di rumah. Di kota ini pun aku belajar untuk menyelesaikan masalah dengan pemikiran ku sendiri tanpa ada intervensi dari orang lain. Kota itu adalah Jakarta. Teramat jauh untuk dibayangkan bagaimana seseorang yang berasal dari keluarga serba kekurangan bisa berkuliah dan menjalani kehidupan di Jakarta. Bahkan aku sendiri pun tidak bisa membayangkannya. Jangankan berkuliah di Jakarta, membayangkan bisa duduk di bangku perkuliahan pun berat rasanya.

Aku adalah tipe orang yang ambisius, semua hal yang ku inginkan harus kudapatkan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, ya mesipun dalam praktiknya hal tersebut tidak selalu ku dapatkan pada akhirnya. Pernah suatu ketika, ketika aku masih kelas tiga SD berjalan jalan dengan ibuku ke pameran buku. Waktu itu ibuku sedang mencari buku untuk melengkapi koleksi novelnya. Tidak sengaja aku melihat buku sulap karangan Deddy Corbuzier. Benar sekali pesulap kondang itu. Sudah lama ku pendam rasa penasaran bagaimana sulap-sulap itu dijalankan hingga bisa seolah menipu penonton. Akhirnya rasa penasaran itu hampir bisa kutemui jawabannya jika saja tidak terhalang oleh label yang menempel pada buku tersebut. Labelnya menunjukkan tulisan RP 300.000. Angka yang seharusnya sudah cukup untuk menghentikan keinginan konyol anak SD yang ingin belajar main sulap. Tapi bukan aku jika langsung menyerah pada kesempatan pertama. Ku kemukakan bebagai argumen kepada ibuku untuk membelikanku buku tersebut. Dalam hati kecilku pun sebenarnya aku tidak yakin uang yang dibawa ibuku di dompetnya akan cukup untuk membeli buku tersebut. Tapi aku tidak mau tahu tetap kupaksa ibuku untuk membelikanku buku tersebut walau akhirnya gagal. Sungguh cerita masa kecil yang mewakilkan betapa ambisiusnnya diriku.

Begitupun kisah perjalananku ke Jakarta ini. Semua perjalanan ini benar-benar ku persiapkan dengan penuh perhitungan. Rencananya seperti ini. Di kelas tiga SMA aku lulus dengan nilai  rapor yang bagus supaya bisa mendapatkan universitas negeri dengan mudah. Nilai bagus tersebut juga tentunya akan memudahkan diriku untuk mendapatkan beasiswa. Selesai mendapatkan nilai yang bagus dan diterima di perguruan tinggi negeri, rencananya aku akan belajar mati-matian untuk bisa lolos di ujian seleksi masuk perguruan tinggi kedinasan. Nah, inilah inti dari kisah ini, BISA LOLOS UJIAN MASUK PERGURUAN TINGGI KEDINAASAN.

Ku biasakan diriku dengan belajar setiap hari pada waktu dini hari. Trik ini sudah pernah kuterapkan pada saat SMP dan hasilnya ampuh sekali. Dari kelas satu hingga kelas tiga tak pernah sekalipun peringkat satu terlepas dari genggamanku. Setiap pagi aku belajar ditemani keheningan dan kesunyian. Sungguh indah, nyaman, dan tentram. Materi-materi pelajaran yang ku pelajari mengalir deras memasuki ruang ruang tersisa di kepalaku. Benar-benar waktu yang sempurna untuk belajar.

Intensitas belajarku semakin meningkat seiring dengan semakin sulitnya pelajaran. Ku bolak balik bukuku hingga tak tersesa lagi halaman yang bersih dari coretan tanganku. Coretan yang menandakan halaman tersebut telah ku serap habis isinya. Setengah perjalanan telah kulewati di masa SMA ini, hasilnya cukup menggembirakan. Semester pertama meraih peringkat pertama, semester kedua dan ketiga mendapat peringkat kedua. Di tengah-tengah masa SMA ini pula aku mengenal karya seni yang pada akhirnya mampu menopang kehidupanku ketika berkulian. Seni WPAP namanya. Berawal dari melihat gambar profil dari seorang teman akhirnya aku penasaran dan mencoba-coba membuat WPAP. Percobaan pertama gagal total, kedua, ketiga, keempat dan seterusnya akhirnya WPAP buatanku layak jual. Sungguh awalnya tidak terbayangkan kalau apa yang kulakukan iseng-iseng ini bisa menghasilkan uang. Tapi aku bersyukur diberi rasa keingintahuan dan rasa suka mencoba-coba hal yang baru.

Akhirnya aku sampai di semester ke lima. Semester terakhir yang diperhitungkan dalam perhitungan masuk perguruan tinggi. Di semester ini aku bertekad untuk mendapatkan peringkat tertinggi. Kembali ku kerahkan semua tenagaku untuk mencapai targetku. Waktu luangku ku hasbikan sepenuhnya untuk menguasai materi pembelajaran. Tak sia-sia di akhir semester lima kembali kudapatkan peringkat satu. Misi pertama selama SMA telah ku jalankan. Sisanya ku serahkan kepada Tuhan untuk menentukan apakah aku lolos masuk Perguruan tinggi negeri melalui jalur undangan(waktu itu disebut SNMPTN).

Seleksi SNMPTN dimulai. Ku pertimbangakan dengan sungguh-sungguh program studi yang akan ku pilih. Menurut artikel yang kubaca di internet waktu itu,”PILIHLAH PROGRAM STUDI YANG KAMU TIDAK AKAN BOSAN JIKA MEMIKIRKANNYA TERUS MENERUS DAN PILIHLAH PROGRAM STUDI YANG KAMU RELA TIDAK TIDUR SEMALAMAN UNTUK MENDALAMINYA”. Kata-kata dalam artikel tersebut membuatku sadar bahwa pemilihan program studi bukan hal yang main-main. Setelah menimbang-nimbang akhirnya ku putusakan untuk memilih program studi tenik elektro dan teknik fisika di Insitut Teknologi Sepuluh Nopember. Motifnya sederhana, karena aku suka dengan fisika dan ilmu komputer.

Sekitar sebulan waktu yang dibutuhkan panitia SNMPTN untuk mentukan nama-nama siswa yang lolos seleksi. Syukurlah usaha tidak menghianati hasil aku lolos di pilihan pertamaku di SNMPTN yaitu teknik elektro ITS plus beasiswa nya. Rencana rancanganku hampir komplit. Tinggal rencana terkahir yang harus ku jalankan, yaitu belajar mati-matian hingga diterima di perguruan tinggi kedinasan.

Ku beli buku-buku bank soal secara online supaya tidak ada lagi alasan lagi untukku tidak lolos Perguruan tinggi kedinasan itu. Ku beli hingga dua buku supaya membuatku tambah semangat mewujudkannya. Seleksi perguruan tinggi kedinasan itu tidak main-main. Disana ada empat tahap yang setiap tahapnya harus dilalui dengan sistem gugur. Ada 18000 peserta yang mendaftar dan hanya ada 600 peseta yang akan lolos dan masuk perguruan tinggi kedinasan tersebut. Sungguh pesaingan yang amat berat dan menegangkan untuk bisa mendapatkan satu dari 600 kursi yang tersedia.

Tahap demi tahap ku lalui dengan lancar, Alhamdulillah.  Hingga sampailah aku pada waktunya pengumuman. Semalaman aku tidak tidur menantikan hasil perjuanganku sejauh ini. Ini adalah misi finalnya, benar-benar puncak misinya. Meskipun misi yang lain hasilnya sudah memuaskan rasanya tidak lengkap jika misi ini gagal. Jam menunjukkan pukul dua belas malam, ku buka website pengumuman hasil selesi mahasiswa baru. Ternyata pengumuman belum muncul. Ku buka website itu terus berharap hasil seleksi segera di tampilkan. Pengumuman yang tunggu akhirnya keluar jam 4 pagi. Kucari-caari nomor pesertaku diantara ratusan nomor lain. Kutemukan nomorku dan seketikaa itu pula aku sujud syukur. Alhamdulillah aku misiku komplit dan aku diterima di perguruan tinggi kedinasan itu. Nama perguruan tinggi kedinasan itu adalah Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar