Di sinilah aku, di kota besar yang tidak terbayangkan sebelumnya, di kota yang menjadi penopang hidup orang banyak, kota yang sesak baik oleh penduduk maupun masalah. Di kota ini aku belajar banyak nilai nilai kehidupan yang tidak pernah ku dapatkan ketika aku di rumah. Di kota ini pun aku belajar untuk menyelesaikan masalah dengan pemikiran ku sendiri tanpa ada intervensi dari orang lain. Kota itu adalah Jakarta. Teramat jauh untuk dibayangkan bagaimana seseorang yang berasal dari keluarga serba kekurangan bisa berkuliah dan menjalani kehidupan di Jakarta. Bahkan aku sendiri pun tidak bisa membayangkannya. Jangankan berkuliah di Jakarta, membayangkan bisa duduk di bangku perkuliahan pun berat rasanya.
Aku adalah tipe orang yang ambisius, semua hal yang ku inginkan
harus kudapatkan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya, ya mesipun dalam
praktiknya hal tersebut tidak selalu ku dapatkan pada akhirnya. Pernah suatu
ketika, ketika aku masih kelas tiga SD berjalan jalan dengan ibuku ke pameran
buku. Waktu itu ibuku sedang mencari buku untuk melengkapi koleksi novelnya.
Tidak sengaja aku melihat buku sulap karangan Deddy Corbuzier. Benar sekali
pesulap kondang itu. Sudah lama ku pendam rasa penasaran bagaimana sulap-sulap
itu dijalankan hingga bisa seolah menipu penonton. Akhirnya rasa penasaran itu
hampir bisa kutemui jawabannya jika saja tidak terhalang oleh label yang
menempel pada buku tersebut. Labelnya menunjukkan tulisan RP 300.000. Angka
yang seharusnya sudah cukup untuk menghentikan keinginan konyol anak SD yang
ingin belajar main sulap. Tapi bukan aku jika langsung menyerah pada kesempatan
pertama. Ku kemukakan bebagai argumen kepada ibuku untuk membelikanku buku
tersebut. Dalam hati kecilku pun sebenarnya aku tidak yakin uang yang dibawa
ibuku di dompetnya akan cukup untuk membeli buku tersebut. Tapi aku tidak mau
tahu tetap kupaksa ibuku untuk membelikanku buku tersebut walau akhirnya gagal.
Sungguh cerita masa kecil yang mewakilkan betapa ambisiusnnya diriku.
Begitupun kisah perjalananku ke Jakarta ini. Semua
perjalanan ini benar-benar ku persiapkan dengan penuh perhitungan. Rencananya
seperti ini. Di kelas tiga SMA aku lulus dengan nilai rapor yang bagus supaya bisa mendapatkan
universitas negeri dengan mudah. Nilai bagus tersebut juga tentunya akan memudahkan
diriku untuk mendapatkan beasiswa. Selesai mendapatkan nilai yang bagus dan
diterima di perguruan tinggi negeri, rencananya aku akan belajar mati-matian
untuk bisa lolos di ujian seleksi masuk perguruan tinggi kedinasan. Nah, inilah
inti dari kisah ini, BISA LOLOS UJIAN
MASUK PERGURUAN TINGGI KEDINAASAN.
Ku biasakan diriku dengan belajar setiap hari pada waktu
dini hari. Trik ini sudah pernah kuterapkan pada saat SMP dan hasilnya ampuh
sekali. Dari kelas satu hingga kelas tiga tak pernah sekalipun peringkat satu
terlepas dari genggamanku. Setiap pagi aku belajar ditemani keheningan dan
kesunyian. Sungguh indah, nyaman, dan tentram. Materi-materi pelajaran yang ku
pelajari mengalir deras memasuki ruang ruang tersisa di kepalaku. Benar-benar
waktu yang sempurna untuk belajar.
Intensitas belajarku semakin meningkat seiring dengan
semakin sulitnya pelajaran. Ku bolak balik bukuku hingga tak tersesa lagi
halaman yang bersih dari coretan tanganku. Coretan yang menandakan halaman
tersebut telah ku serap habis isinya. Setengah perjalanan telah kulewati di
masa SMA ini, hasilnya cukup menggembirakan. Semester pertama meraih peringkat
pertama, semester kedua dan ketiga mendapat peringkat kedua. Di tengah-tengah
masa SMA ini pula aku mengenal karya seni yang pada akhirnya mampu menopang
kehidupanku ketika berkulian. Seni WPAP namanya. Berawal dari melihat gambar
profil dari seorang teman akhirnya aku penasaran dan mencoba-coba membuat WPAP.
Percobaan pertama gagal total, kedua, ketiga, keempat dan seterusnya akhirnya
WPAP buatanku layak jual. Sungguh awalnya tidak terbayangkan kalau apa yang
kulakukan iseng-iseng ini bisa menghasilkan uang. Tapi aku bersyukur diberi
rasa keingintahuan dan rasa suka mencoba-coba hal yang baru.
Akhirnya aku sampai di semester ke lima. Semester terakhir
yang diperhitungkan dalam perhitungan masuk perguruan tinggi. Di semester ini
aku bertekad untuk mendapatkan peringkat tertinggi. Kembali ku kerahkan semua
tenagaku untuk mencapai targetku. Waktu luangku ku hasbikan sepenuhnya untuk menguasai
materi pembelajaran. Tak sia-sia di akhir semester lima kembali kudapatkan
peringkat satu. Misi pertama selama SMA telah ku jalankan. Sisanya ku serahkan
kepada Tuhan untuk menentukan apakah aku lolos masuk Perguruan tinggi negeri
melalui jalur undangan(waktu itu disebut SNMPTN).
Seleksi SNMPTN dimulai. Ku pertimbangakan dengan
sungguh-sungguh program studi yang akan ku pilih. Menurut artikel yang kubaca
di internet waktu itu,”PILIHLAH PROGRAM
STUDI YANG KAMU TIDAK AKAN BOSAN JIKA MEMIKIRKANNYA TERUS MENERUS DAN PILIHLAH
PROGRAM STUDI YANG KAMU RELA TIDAK TIDUR SEMALAMAN UNTUK MENDALAMINYA”.
Kata-kata dalam artikel tersebut membuatku sadar bahwa pemilihan program studi
bukan hal yang main-main. Setelah menimbang-nimbang akhirnya ku putusakan untuk
memilih program studi tenik elektro dan teknik fisika di Insitut Teknologi
Sepuluh Nopember. Motifnya sederhana, karena aku suka dengan fisika dan ilmu
komputer.
Sekitar sebulan waktu yang dibutuhkan panitia SNMPTN untuk
mentukan nama-nama siswa yang lolos seleksi. Syukurlah usaha tidak menghianati
hasil aku lolos di pilihan pertamaku di SNMPTN yaitu teknik elektro ITS plus
beasiswa nya. Rencana rancanganku hampir komplit. Tinggal rencana terkahir yang
harus ku jalankan, yaitu belajar mati-matian hingga diterima di perguruan
tinggi kedinasan.
Ku beli buku-buku bank soal secara online supaya tidak ada
lagi alasan lagi untukku tidak lolos Perguruan tinggi kedinasan itu. Ku beli
hingga dua buku supaya membuatku tambah semangat mewujudkannya. Seleksi
perguruan tinggi kedinasan itu tidak main-main. Disana ada empat tahap yang
setiap tahapnya harus dilalui dengan sistem gugur. Ada 18000 peserta yang
mendaftar dan hanya ada 600 peseta yang akan lolos dan masuk perguruan tinggi
kedinasan tersebut. Sungguh pesaingan yang amat berat dan menegangkan untuk
bisa mendapatkan satu dari 600 kursi yang tersedia.
Tahap demi tahap ku lalui dengan lancar, Alhamdulillah. Hingga sampailah aku pada waktunya pengumuman.
Semalaman aku tidak tidur menantikan hasil perjuanganku sejauh ini. Ini adalah
misi finalnya, benar-benar puncak misinya. Meskipun misi yang lain hasilnya
sudah memuaskan rasanya tidak lengkap jika misi ini gagal. Jam menunjukkan
pukul dua belas malam, ku buka website pengumuman hasil selesi mahasiswa baru.
Ternyata pengumuman belum muncul. Ku buka website itu terus berharap hasil
seleksi segera di tampilkan. Pengumuman yang tunggu akhirnya keluar jam 4 pagi.
Kucari-caari nomor pesertaku diantara ratusan nomor lain. Kutemukan nomorku dan
seketikaa itu pula aku sujud syukur. Alhamdulillah aku misiku komplit dan aku
diterima di perguruan tinggi kedinasan itu. Nama perguruan tinggi kedinasan itu
adalah Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar